BOOKING TIKET PESAWAT

Hiruk-pikuk Century

Hiruk-pikuk Century. Info sangat penting tentang Hiruk-pikuk Century. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Hiruk-pikuk Century

Hiruk-pikuk Century

Ketika Dr. Sri Mulyani mengatakan bahwa Aburizal Bakrie itu tidak senang dengan dirinya, semua orang pasti memandang itu urusan privat, bukan urusan publik, apalagi Republik (Indonesia). Tapi, ketika Dr. Sri Mulyani, sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) dan Ketua KSSK, menyatakan bahwa Pansus Hak Angket DPR kasus Bank Century itu dibentuk karena Ical --demikian Aburizal Bakrie sering dipanggil-- tidak senang dengan dirinya, maka Sri Mulyani telah mereduksi persoalan yang luar biasa kompleks, yang mengharu-biru bangsa selama beberapa bulan terakhir itu. Barangkali saja ini menjadi bagian dari program privatisasi yang terus digalakkan itu.

Apalagi, ketika dia --dengan logika pars pro toto (sebagian untuk keseluruhan)-nya-- menjadikan buruknya hubungan personalnya dengan Ical sebagai dasar penilaiannya bahwa semua orang Golkar di DPR, khususnya Pansus Angket, tidak akan bersikap fair terhadap dirinya. Sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa Dr. Sri Mulyani naif: masih memandang Partai Golkar sebagai partai otoriter sehingga bisa begitu saja didikte oleh --dan mengikuti selera politik-- ketua umumnya.

Semua pengamat yang cerdas pasti mengetahui bahwa "partai beringin" ini, setelah reformasi, tidak pernah benar-benar kompak dan solid sebagai entitas politik. Maka, seandainya Ketua Umum Ical memiliki agenda pribadi untuk menggulingkan Menkeu Dr. Sri Mulyani dalam dukungannya terhadap Pansus Angket Bank Century sekalipun, tidaklah mudah bagi dirinya untuk menggolkan targetnya itu.

Fakta kedua adalah bahwa pengungkapan skandal bailout Bank Century itu bukanlah sesuatu yang tiba-tiba, melainkan keputusan Munas VIII Partai Golkar 2009 di Pekanbaru. Malah bukan keputusan DPP Partai Golkar, apalagi kemauan seorang Aburizal Bakrie yang kebetulan terpilih sebagai ketua umum. Bahkan, saking seriusnya, dengan tanpa preseden tuntutan pengusutan kasus skandal Bank Century ini, dinyatakan secara eksplisit dalam Pernyataan Politik Partai Golkar yang prestisius itu. Walhasil, siapa pun ketua umumnya, Fraksi Partai Golkar di DPR harus melaksanakan keputusan forum permusyawaratan tertinggi partai tersebut.

Dalam konteks ini, maka personalisasi dan privatisasi persoalan Bank Century yang telah menjadi tuntutan publik yang berskala massif itu menjadi sangat naif. Pikiran bahwa Golkar ingin menggulingkan Sri Mulyani dengan Pansus Century tidak masuk dalam logika politik. Pertama, dalam sistem presidensial, menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Bagaimana mungkin Partai Golkar yang sedang bangkrut secara politik itu mengganti menteri?

Kedua, Dr. Sri Mulyani, sebelum kasus skandal Bank Century meledak, adalah seorang menteri yang punya reputasi bersih, teknokrat yang profesional, dan Menteri Keuangan terbaik di Asia, bahkan dunia! Boleh dikatakan, minus dugaan keterlibatannya dalam kasus Bank Century, dia adalah menteri yang dipercaya publik secara luas, yang meminjam istilah sekarang: top markotop dan gut marsogut! Maka, sangat meyakinkan, Partai Golkar justru akan mendapatkan diskredit dari masyarakat luas pencinta reformasi jika menargetkan Dr. Sri Mulyani.

Ini sama insinuatifnya dengan pikiran bahwa Partai Golkar juga ingin menggulingkan Wapres Boediono, kemudian menggantikannya dengan Ical. Pikiran ini insinuatif karena jauh dari membaca konstitusi. Pasalnya, menurut UUD 1945, apabila wakil presiden (wapres) berhalangan tetap karena meninggal, mengundurkan diri, atau karena diberhentikan, maka presiden mengajukan dua calon wapres untuk dipilih MPR. Jadi, seandainya Wapres Boediono lengser sekalipun, bukan hanya bola, melainkan juga gawangnya ada di tangan Presiden SBY. Walhasil, lewat lapangan mana Golkar akan menggantikan Boediono dengan Ical?

Lebih fatal lagi pikiran bahwa dengan Pansus Bank Century itu, Golkar ingin meng-impeachment wapres sekaligus presiden. Citra politik semacam ini tidak masuk akal, kecuali di dalam Partai Golkar sendiri sedang ada yang salah, alias keblinger, secara politik. Pasalnya, di samping impeachment tidak lagi seperti sebelum amandemen UUD, juga tidak ada keuntungan politik apa pun dalam jangka pendek yang akan diraih partai-partai politik, khususnya Partai Golkar, jika impeachment terjadi.

UUD 1945 menyatakan, jika presiden dan wapres berhalangan secara bersamaan, maka MPR bersidang untuk memilih dua paket calon presiden dan wakil presiden yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik pemenang pertama dan pemenang kedua dalam pemilu presiden sebelumnya. Jadi, yang pada akhirnya berhak mengajukan pasangan capres dan cawapres dalam sidang MPR adalah Partai Demokrat sebagai parpol pememang pertama dan PDI Perjuangan yang bergabung dengan Gerindra sebagai pememang kedua.

Lantas, di mana posisi Partai Golkar dalam hajatan politik imajiner tersebut? Jawabnya: penonton! Nah, walhasil, insinuasi dan imajinasi yang terlalu melambung dan tidak bertolak dari UUD 1945 untuk mengaitkan antara Pansus Bank Century dan impeachment itu dibuang jauh.

gatra.com


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger